Kita ambil contoh beberapa kasus, sepertinya salah atau keliru apabila kita menetapkan secara pasti atau memastikan bahwa hikmah diharamkannya menikahi wanita yang sedang berada di dalam masa “iddah” (masa tunggu) adalah hanya sekedar untuk mengetahui hamil tidaknya wanita itu. Karena konsenkuensi dari pendapat ini adalah lahirnya pendapat lain yang menyatakan: “apabila telah bisa dipastikan bahwa wanita itu (yang sedang dalam masa "iddah") tidak hamil, maka wanita itu bisa dinikahi meskipun masih berada di dalam masa iddahnya atau tanpa melalui masa “iddah” terlebih dahulu.
Contoh yang kedua, sepertinya kita juga salah atau keliru apabila kita memastikan bahwa hikmah atau sebab diharamkannya babi hanya karena adanya cacing pita pada babi tersebut yang sangat berbahaya. Karena, apabila demikian, maka babi dapat menjadi halal apabila cacing pitanya dibunuh atau bahayanya dihindarkan.
Tidak menutup kemungkinan pengharaman sesuatu itu disebabkan oleh sebab- sebab yang banyak, dan boleh jadi hanya sebahagian sebab yang bisa terungkap.
Ada kisah menarik yang dikemukakan oleh Imam Ghazali yang semestinya kita renungkan :
“Ada seoseorang yang sangat kaya-raya sekali, dia memiliki putra yang sangat dia cintai. Kecintaan kepada putranya itu sangat besar dan begitu mendalam. Sang ayah membuatkan untuknya sebuah istana sangat megah yang sekeliling istana tersebut dipenuhi oleh taman-taman indah yang dihiasi oleh berbagai macam tumbuhan, pepohonan, dan bunga. Ketika masih hidup sang ayah berwasiat kepada anaknya itu agar ketika sepeninggalnya nanti, tanaman dan pepohonan yang mengelilingi istana itu harus selalu tumbuh subur dan jangan pernah ada yang dicabut. Hari demi hari berlalu, suatu hari (setelah ayahnya meninggal) sang anak berfikir untuk menanam lagi aneka bunga yang baru yang belum ada di sekekliling taman huniannya, tujuannya supaya aromanya dapat mengalahkan aroma beberapa pohon yang diwasiatkan ayahnya untuk tidak ditebang. Ketika itu Sang anak mempunyai kesimpulan bahwa: “wasiat ayahku yakni bahwa aku harus selalu menjaga pepohonan pada taman istanaku dan tidak boleh menebangnya karena pepohonan itu memiliki aroma yang segar. Tetapi, apabila aroma bunga-bunga lain telah begitu mendominasi sehingga mengalahkan aroma pepohonan dan bunga yang telah ditanam oleh ayahku, maka sudah tidak ada lagi alasan untuk melestarikan tanaman wasiat ayahku itu.”
Akhirnya sang anak memutuskan untuk mencabut pepohonan wasiat ayahnya yang berada di taman istana kemudian membuangnya ke tempat yang jauh. Tidak lama kemudian, munculah seekor ular besar dari sebuah lubang sekitar istana merayap ke arah sang anak untuk memangsanya. Sang anak berusaha melawan ular itu dengan susah payah, yang pada akhirnya dia berhasil membunuh ular tersebut.
Sang anak pun menyadari bahwa sebenarnya wasiat Ayahnya itumemiliki dua tujuan, yang satu ia ketahui dan yang satunya lagi tidak ia ketahui. Dia mengetahui bahwa tanaman dan bunga memiliki aroma harum yang menyegarkan, tetapi dia tida mengetahui bahwa pohon yang ditabangnya memiliki aroma yang dapat mencegah datangnya ular. Hal tersebut di luar dugaannya.”
Kisah ini menunjukan bahwa manusia tidak sepenuhnya mampu atau dapat menjangkau segala sesuatu dengan rinci dan pasti. Tetapi perlu kita pahami hal ini bukan berarti kita dilarang mencari hikmah dari suatu ketetapan atau tuntunan. Yang dilarang itu adalah kita memastikan, dikhawatirkan atas dasar kepastian itu kita berani menukar atau membatalkan ketentuan Ilahi.
Leveling the playing field for all gamers Lucky cola
ReplyDelete